IDENTITAS BUKU
Judul Buku :
Sebuah Lorong di Kotaku
Penulis : NH
Dini
Jumlah halaman
:107 halaman
Penerbit :
Gramedia
Tahun terbit :
1986
Saat itu adalah musim hujan. Seperti biasa, ketika musim hujan tiba,
halaman di sekitar rumah Dini becek. Sehingga ayam – ayam milik keluarga Dini yang tadinya
berkeliaran di halamn rumahuntuk mencari makan, kini jadi sering masuk ke rumah
hingga membuat sang pemilik rumah susah payah mengusir mereka.
Suasana pagi itu tak
jauh berbeda dari sebelumnya. Pagi – pagi sekali keempat kakak dini ; Heratih,
Nugroho, Maryam dan Teguh telah berangkat
sekolah. Sementara ibu duduk di sudut ruang makan untuk menunggu Embok
Blanjan, seorang pedagang sayurdan bahan – bahan makanan yang biasa lewat depan
rumah mereka. Sedangkan Dini kecil lebih suka menghabiskan waktu di dalam rumah
ketika menunggu par kakak dan Ayah
pulang.
Situasi
makan di rumah keluarga Dini memang sangat teratur. Tdak boleh ada yang banyak
bicara saat makan. Kalau orang terlalu cerewet saat makan, itu berarti tidak
menghormati makanan yang ada di hadapannya.Padahal, makanan itu adalah karunia
dari Tuhan.
Setelah
acara makan siang selesai, Ayah mengungkapkan kenginannya untuk pergi ke rumah kakek di desa ketika liburan
mendatang. Seluruh anggota keluarga menyetujui hasrat ayah tersebut. Namun,
Dino kecil masih mempunyai keinginan untuk menyerok ikan di belakang rumah dengan sang ayah.
Keinginan dinipun terpenuhi. Pukul 15.30 Ayah ditemani ibu dan anak – anak
sibuk menyerok ikan. Tidak sia – sia, mereka berhasil menyerok ikan dalam
jumlah yang banyak serta seekor ikan besar hasil kerjasama mereka.
Hari libur sekolah tiba. Ibu sibuk mempersiapkan bekal
bagi seorng suami dan lima anaknya. Dibantu oleh pembantu, Ibu memasak ikan
asin hasil tangkapan keluarga dua hari
yang lalu.Setelah itu, ibu sibuk menyiapkan pakaian untuk perjalanan ke desa.
Ayah tak kalah sibuk. Beliau mengisi satu tas dengan keperluan-keperluan lain
seperti handuk, sandal, sikat gigim, dll.
Dini sekeluarga berangkat melalui stasiun
Tawang.Selama perjalanan panjang ke desa, mereka harus berhenti beberapa kali
dan juga haruspindah kereta. Pemberitahuan pertama adalh di Alas Tua. Sementara
untuk yang kedua kalinya adalah di Kedung Jati.Sampai di Surakarta, mereka hrus
turun lagi untuk berganti kereta.Kereta ke Madiun baru akan berangkat 2,5 jam
lagi.Keluarga Dini memanfaatkannya dengan mengisi perut dari bekal yang dibawa.
Tak lama setelah itu, seorang pemuda tampan yang
ternyata adalah adik kandung ayah datang.kami akan berangkat ke Madiun bersama.
Setelah sampai di Madiun,kami harus naik andong untuk
menuju ke Desa Tegalrejo, tempat rumah kakek berada.Ternyata perjalanan kesana
tidkh mudah.Rombongankecil ini harus
menyeberangi sungai dengan berjalan kaki karena andong tak mampu melewatinya.
Sampai di tempat kakek, hari sudah gelap. Ketika itu
kakek Dinai yang bernama Kyai Wiryobesari tengah duduk di atas amben. Mereka
bergantian bergantian bersujud dan kakek mencium dahi mereka masing – masing.
Selama di desa,Dini lebih sering bersama nenek atau
adik ipar ibu paman Sarosa.Karna bersama nenek, Dini aka lbih sering berada di
dapur atau di kebun.Suatu saat,Dini, Ayah , Paman Saroja dan keempat saudaranya
bercakapa- cakap dengan kakek hingga nenek memanggil mereka untuk makan.
Suasana makan disini tak jauh berbeda dengan suasana makan di rumak keluarga
Dini. Diam dan Tekun.
Hari berikutnya, Dini akan diajak oleh Paman Saroja
untuk jalan – jalan. Namun, karena paman belum juga datang, Dini pergi ke
gudang Mangga dekat Dini berjalan – jalan
paman datang, Dini jalan – jalan di Kebun dan tak lupa juga Sang paman
mengajaknya ke sawah. Setelah ke sawah, tujuan berikutnya adalah sungai.
Tak terasa, hari bahagia Dni di desa harus diakhiri.
Mereka harus kembali pulang.Namun, mereka harus mampir dulu ke Ponorogo ke rumah Pak De dan Bude; panggilan untuk
orangtua ibu Dini.suasana di sini tak semenyenangkan di desa. Mereka bagaikan
orang lain bagi Pak De dan budhe. Setelah cukup, mereka kembali pulang.
Tak lama, ketika, liburan lebaran tiba,Dini dan
kelurga kembali ke desa mengunjugi kakek. Setelah lebaran usai, Dini masuk ke
sekolaah untuk pertama kalinya. Bersama teman baru srta guru baru. Dini
menyukainya.
Suatu sore, tiba – tiba terdengar suara- suara letusan
diiringi sirine tanda bahaya. Dini yang kala itu sedang bermain, langsung
ditarik pulang oleh Maryam. Dan begitu juga teman lainnya langsung menuju rumah
masing – masing. Sampai di rumah, Ibu sedang mengemas barang – barang. Mereka
harus mengungsi ke Batan, ke tempa kenalan ayah namun tanpa Ayah tentunya.
Karena Ayah harus berjaga – jaga agar tidk terjadi perampokan di kampung.
Lalu mereka menuju Batan dengan menyeberang sungai. Sedikit ada
kecurigaan mengenai warna air yang cokelat dioenuhi limpahan warna
kemerahan.Awalnya Dini mengira itu adalah darah. Lalu kakaknya menerangkan
bahwa itu adalah minyak bakar bercampur air. Jauh di tengah kampung, Ibu menuju
ke sebuah rumah pengungsian. Masing- masing keluarga membentuk pojok juga
lingkaran sendiri – sendiri kemudian berangsur – angsur menjadi penuh. Tiba –
tiba terdengar tanda bahaya udara. Dari jauh terdengar pula suara psawat terbang
disusul letusan bom.Suasana saat itu sangat kacau. Setelah beberaa saat berdada dalam ketakutan,
akhirnya keadaan berubah menjadi sunyi senyap. Jauh sayup – sayup, suara
pesawat terbang menghilang.Dini sama sekali tidak percaya bahwa dirinya, keluarganya
dan orang – orang di sekitarnya selamat dari bahaya. Dan ia juga seolah tak
percaya bahwa yang di bom Belanda bukanlah kampung halamannya.
Sejak saat itu, sering kali terdengar serangan. Semua kantor dan sekolah
tutup. Keluarga Dini memutuskan untuk tetap tinggal di dalam rumah mereka.
Karena tidak sekolah, Ayah memutuskan untuk meneruskan pengajaran anak –
anaknya. Seperti mengajari menulis dan membaca.
Lalu datanglah hari dimana Belanda
akhirnya Belanda meninggalkan kota. Saat itu seperti hari kemenangan yang
sangat bersejarah. Tanpa membuang waktu,
Teguh lalu menghambur menuju Harmoni; sebuah gedung berhalaman yang berada di
samping kampung untuk mengambil makanan atau minuman, saat tahu kalau tempat
itu sedang penuh dengan rakyat – rakyat kampung yang sedang membutuhkan.
Awalnya iu mencegatnya. Namun tak mengurungkan niatnya itu.
Disaat suasan yang bergembira,
tiba – tiba Maryam bertanya siapa yang akan memimpin untuk waktu selanjutnya.
Ibu berkata , berikutnya adalah Jepang , yang akan mempin dalam waktu Yang
sangat singkat, walaupun tidak ada yang tahu seperti apa bentuk kepemimpinannya
suatu hari nanti.
0 komentar:
Posting Komentar