“Aku mengenal bukan hanya namanya, tetapi juga secuil kehidupannya”
Pertemuan
singkat itu berawal dari sebuah program
pengabdian masyarakat yang aku ikuti pada tanggal 14-18 Juli 2014 lalu.
Tepatnya di sebuah desa kecil di Pulau Madura yang menurutku masih tergolong
desa tertinggal. Aku menyebutnyta
tertinggal karena, dari sekian banyak desa yang pernah aku kunjungi, desa
itulah yang paling unik. Terdapat di pesisir pantai, tanah berkapur serta kegiatan ekonomi lokal
masyarakatnya yang kurang berkembang dengan baik. Dapat dibayangkan bagaimana
sulitnya menjalani hidup di daerah tersebut, jika dibandingkan dengan kemudahan
hidup di Kota Yogyakarta yang sedang aku jalani saat ini.
Singkat
cerita, di hari terakhir pengabdianku bersama teman – teman, aku berkunjung ke
salah satu dusun yang kepadatan penduduknya cukup rendah. Tujuan kami adalah
rumah salah seorang warga yang akan dijadikan lokasi pembelajaran untuk
pelaksanaan program pertanian.
Sebelum
acara dimulai, sambil menunggu kedatangan ibu – ibu, aku melihat beberapa anak
kecil yang sedang bermain di sana. Tetapi pandanganku tak lepas dari salah
seorang anak perempuan berbaju merah motif polkadot dengan rambut hitam tergerai
sebahu. Dia terlihat sangat antusias dengan acara ini. Berani berkenalan dengan
kami tanpa kami minta sebelumnya, bagiku adalah sesuatu keberanian yang luar
biasa. Jarang dan bahkan sebelumnya aku belum menemukan anak seperti ini selama
empat hari aku tinggal di sana.